Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Lukman, mengatakan Total sebanyak 700 dosen dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Barat dan Banten mengikuti batch pertama program peningkatan publikasi ilmiah yang telah diselenggarakan sejak Mei 2025.
rogram ini diarahkan untuk mendorong kenaikan jabatan akademik dosen, menghasilkan publikasi berkualitas, dan mempercepat pengembangan karier akademik, terutama di perguruan tinggi swasta.
“Kami ingin memastikan dosen tidak hanya produktif menulis, tetapi juga mampu mempublikasikan karyanya di jurnal bereputasi dengan proses peer-review ketat dan terindeks internasional,” tegas Lukman pada Senin, 4 Agustus 2025 di Universitas Pakuan.
Dalam konteks sertifikasi dosen, publikasi menjadi salah satu syarat penting. Setiap dosen diwajibkan memiliki minimal satu karya ilmiah terbit di jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional terindeks, bukan jurnal predator. Untuk dosen seni budaya, karya seni diakui perguruan tinggi dapat menjadi alternatif.
Gelombang pertama tahun ini mencatat 268 ajuan publikasi karya tulis ilmiah. Dari jumlah itu, 97 dinyatakan lulus, 23 harus direvisi, dan enam di antaranya berhasil lolos setelah perbaikan. Peserta berasal dari berbagai jenjang jabatan akademik: 119 Asisten Ahli (38 di antaranya belum memiliki publikasi), 195 Lektor, dan 54 Lektor Kepala.
Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Pakuan (Unpak), Eri Sarimanah menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas akademik dan memperkuat budaya publikasi ilmiah di kalangan dosen. Capaian publikasi diraih Unpak bukan datang begitu saja, melainkan hasil kerja bersama seluruh sivitas akademika.
“Ketercapaian itu karena komitmen kita dalam meningkatkan budaya akademik,” tegas Eri.
Ia menjelaskan, pada 6 Juni 2025 Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi telah mengeluarkan edaran kepada perguruan tinggi untuk membentuk komite atau integritas akademik. Salah satu cakupan pentingnya adalah mengatur publikasi karya ilmiah agar sesuai dengan kaidah akademik dan etika penelitian.
Di Unpak, penerapan integritas akademik diperkuat melalui SOP penanggulangan pelanggaran. Panduan ini memuat langkah penanganan jika terjadi pelanggaran, mulai dari plagiarisme hingga penyalahgunaan data penelitian.
“Ini semua sangat erat hubungannya dengan kegiatan hari ini,” ungkapnya.
Ia menambahkan, publikasi karya ilmiah harus mengacu pada Permendikbudristek Nomor 39 Tahun 2021. Regulasi ini menegaskan bahwa karya ilmiah merupakan hasil kegiatan tridharma perguruan tinggi, baik dalam bentuk tulisan maupun bentuk lain telah terpublikasikan.
“Karya ilmiah yang kita buat dan terbitkan harus bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat,” tuturnya.
Dengan kebijakan ini, Unpak berharap setiap publikasi bukan hanya menjadi penanda pencapaian akademik dosen, tetapi juga menjadi kontribusi nyata kampus bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan masyarakat.
Salah satu narasumber Workshop Publikasi Artikel Ilmiah yang diselenggarakan di Unpak, Anna Permanasari menegaskan, publikasi ilmiah bukan sekadar kewajiban administratif dosen, melainkan ukuran utama kesahihan seorang peneliti.
“Jika sudah menasbihkan diri menjadi dosen, maka kewajiban Bapak Ibu adalah menjadi pendidik profesional sekaligus ilmuwan,” ujarnya membuka paparan.
Menurutnya, seorang peneliti baru benar-benar memasuki ranah sains ketika hasil penelitiannya disajikan kepada publik dalam bentuk yang dapat diuji, dinilai, dan dievaluasi secara bebas.
“Itu bentuk kesahihan kita sebagai peneliti,” tambahnya.
Anna juga membagikan pengalaman pribadi. Meski berpengalaman menjadi reviewer artikel ilmiah, ia pernah merasakan artikelnya ditolak dengan 28 alasan.
“Saat dibaca, memang masuk akal. Proses bolak-baliknya cukup lama. Jadi hati-hati ketika mengirimkan artikel,” pesannya.
Ia juga mengingatkan, temuan spesifik sering kali luput disampaikan dalam laporan penelitian, padahal hal itu penting untuk memperkuat nilai ilmiah.
Dalam sesi tersebut, ia memaparkan delapan kunci substansi artikel ilmiah wajib diperhatikan penulis: pendahuluan yang tajam, gap analysis jelas, tujuan penelitian terukur, metode lengkap, penyajian hasil harus menarik, pembahasan dengan perbandingan referensi relevan, simpulan dibuat ringkas, serta referensi minimal 25 sumber dengan 80% di antaranya berasal dari jurnal.
Anna juga membedah sejumlah kendala akan dihadapi penulis, mulai dari kesulitan menentukan tema, lemahnya gap analysis, keterbatasan data, hingga penyajian hasil kurang menarik. Faktor psikologis seperti rasa tidak mampu, takut, atau kurang percaya diri juga sering menjadi penghambat.
“Banyak yang merasa tidak bisa padahal belum mencoba. Ada juga yang tidak tahu harus mulai dari mana dan mengirim ke mana,” jelasnya.
Tak kalah penting, ia mengingatkan agar penulis menghindari pelanggaran etika publikasi, seperti plagiarisme, fabrikasi data, penggunaan data tanpa izin, salami slicing, pelanggaran hak kepenulisan, publikasi ganda, hingga konflik kepentingan.
Menutup paparannya, Anna menegaskan peran ganda seorang dosen: pendidik profesional yang memiliki kualifikasi akademik minimal magister, pengalaman mengajar, jabatan fungsional, serta lulus uji kompetensi,; sekaligus ilmuwan yang aktif melakukan penelitian, mempublikasikan hasilnya, memiliki indeks sitasi, H-index, skor Sinta, hingga kekayaan intelektual.
“Publikasi bukan hanya soal memenuhi syarat jabatan. Ini tentang kontribusi kita pada ilmu pengetahuan dan dampak yang bisa dirasakan masyarakat,” pungkasnya.