Mesin besar setinggi 2 meter dengan berat hampir 1 kwintal dibopong empat pria dewasa menggunakan batang bambu diikat tali menuju lahan peternakan ayam, kambing, dan kuda yang ada di Living Lab Garut, Desa Tanggulun, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut.
Mesin hasil garapan Institut Teknologi Nasional (Itenas) ini diberi nama “ITEFUEL”. Gunanya untuk mengolah limbah peternakan menjadi Bio-CNG (Compressed Natural Gas).
Tak hanya itu, masih ada lima teknologi lain yang hadir untuk menyelesaikan permasalahan sampah di sekitar desa, di antaranya Biogas hasil karya Universitas Pakuan, alat pengukuran unsur hara tanah, mesin pencacah sampah anorganik, mesin pencacah sampah organik, dan mesin pembuat pelet eceng gondok buatan Universitas Telkom.
Tiga kampus unggul di lingkungan LLDIKTI Wilayah IV ini ‘mengawinkan’ teknologi terpadu untuk menyelesaikan permasalahan sampah di Kabupaten Garut. Teknologi tersebut dipasang dan diuji coba di pada Selasa, 29 Juli 2025. Inovasi ini merupakan langkah konkret dalam implementasi Program GRADASI Episode SaTu: Sampah Tuntas.
Seusai uji coba pemasangan alat, Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Lukman memimpin diskusi bersama para pimpinan perguruan tinggi dan mahasiswa peserta KKN dari Universitas Garut (Uniga).
Lukman menyampaikan, sampah masih menjadi tantangan yang kompleks, tak terkecuali di daerah pedesaan. Masih ada masyarakat yang membuang sampah langsung ke sungai. Bahkan, pabrik konveksi kecil pun kerap mendistribusikan limbahnya sembarangan.
“Penduduk yang punya ternak juga tidak semua dijadikan pupuk, tapi sebagian langsung dibuang ke sungai. Maka dari itu, kita menghadirkan solusi. Kita olah sampah organiknya jadi kasgot dicampur dengan limbah tanaman. Sedangkan sampah anorganik dicacah menjadi biji plastik untuk diolah kembali,” jelas Lukman.
Sementara kotoran ternak akan diolah jd Biogas dan Bio-CNG. Hasil dari Bio-CNG akan ditampung dalam gas kiloan untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar.
“Masyarakat datang bawa kotoran, pulangnya bawa gas 3 kg untuk masak. Ini bisa membantu perekonomian juga,” ungkapnya.
Namun, sebelum itu perlu adanya sosialisasi secara intens ke masyarakat untuk mengubah kebiasaan dalam mengolah sampah.
“Pihak yang menjembatani untuk komunikasi ke masyarakat adalah mahasiswa Uniga yang sedang melakukan KKN. Saya yakin model KKN ini bisa memberikan dampak, sehingga masalah sampah selesai,” ucapnya.
Menyambut baik program ini, Lurah Desa Tanggulun, Heizar Fathoni mengatakan siap untuk membantu para mahasiswa sosialisasi pengolahan sampah ke masyarakat.
“Kami sudah merealisasikan pembuatan bangunan untuk pengolahan sampah.
Baru 2 RW yang ditangani dari 9 RW. Dengan hadirnya teknologi ini dan para mahasiswa KKN, kami harap akan lebih bisa dimaksimalkan dan menjadi ekonomi sirkuler,” harap Heizar.
Sementara itu, Rektor Itenas, Prof. Meilinda Nurbanasari menuturkan, kerja sama yang luar biasa ini dapat mengasah ilmu para peneliti dan mahasiswa, serta menghasilkan dampak nyata bagi masyarakat.
“Kami berkomitmen untuk bisa terus memperluas kembali teknologi ini sesuai kebutuhan masyarakat,” tutur Meilinda.
Direktur Perencanaan Strategis Universitas Telkom, Anisah Firli menyebutkan, jika semua kampus saling berkolaborasi dan menyumbangkan solusi, maka permasalahan sampah segera teratasi.
“Jika kita semua bersama, insyaallah bisa lebih baik. Kalau semua kampus bekerja sama, pasti di seluruh Jabar dan Banten dampaknya bisa luar biasa,” ujar Firli.
Serupa dengan Firli, Dosen S2 Manajemen Lingkungan Universitas Pakuan, Sri Wahyuni mengatakan, dengan mengkolaborasikan ilmu pengetahuan dari berbagai perguruan tinggi, Kampus Berdampak akan secara nyata hadir di tengah masyarakat.
“Hasilnya bisa dijadikan percontohan oleh masyarakat luas. Seperti Biogas ini, akan dimanfaatkan untuk energi bagi masyarakat sekitar. Lalu, keluarannya bisa jadi pupuk cair dan padat untuk pertanian,” papar Sri.
Ketua KKN Uniga, Muhammad Abdul Malik Mukti berharap, melalui KKN, ia dan rekan-rekannya bisa mengimplementasikan teori dan praktik untuk pemberdayaan di desa.
“Apalagi saya berasal dari Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian. Harapannya tak hanya mengimplementasikan ilmu, tapi juga bisa menyerap ilmu yang banyak,” kata Malik.
Program KKN ini akan berlangsung selama sebulan penuh dari 5 Agustus- 5 September dengan melibatkan 21 mahasiswa.